Analisis Lukisan “Dua Perempuan di Jendela” (1989) karya Heri Dono dengan menggunakan Panofsky
Feby Sahita (201946500048)_R4A
Analisis Lukisan “Dua Perempuan di Jendela” (1989) karya Heri Dono dengan menggunakan Panofsky
Dalam bukunya Meaning in The Visual Arts (1955), Panofsky menyampaikan bahwa untuk meneliti dan memahami suatu karya seni bisa dilakukan dengan pendekatan sejarah, lewat tiga tahapan teori yang harus diteliti. (Panofsky, 1955:26-40).
Pertama, tahap praikonografi yaitu dengan meneliti aspek visual pada karya seni. Visual yang tergambar mengungkapkan makna faktual dan makna ekspresional. Makna faktual adalah mengamati unsur-umsur yang tampak seperti garis, warna, bentuk, material, teknik dan objek pokok maupun pendukungnya. Adapun makna ekspresional, mengamati hubungan antar objek dan bentuk pendukung akna mengungkap kualitas ekspresional karakter objek dalam karya.
Kedua, analisis ikonografis yaitu mengidentifikasi makna sekunder dengan menghubungkan makna faktual dan makna ekspresional dengan tema dan konsep.
Ketiga, interpretasi ikonologis, pada tahap ini akan terungkap makna intrinsik dari sebuah karya seni. Pemahaman terkait nilai intrinsik pada objek akan mengarah pada keadaan seperti prinsip suatu bangsa, zaman, kelas sosial, kepercayaan atau politik.
(Lukisan Dua Perempuan di Jendela (1989) karya Heri Dono)
Praikonografi
Makna faktual pada lukisan ‘Dua Perempuan di Jendela’, yang berupa lukisan menggunkan media cat akrilik pada kanvas, memperlihatkan secara gamblang ada 3 tokoh yang Heri Dono gambarkan dalam lukisan tersebut, yaitu ada dua tokoh manusia dan satu tokoh makhluk bertanduk disisi kiri bawah. Kepala dari kedua tokoh tersebut sama-sama tidak lazim. Kepala milik sang perempuan adalah jendela dengan dua perempuan yang berbeda didalamnya, sedang yang laki-laki berkepalakan wayang. Disana terlihat tangan sang lelaki menyentuh dada perempuan, serta tubuhnya yang cebol ditopang oleh si makhluk bertanduk. Sekilas kita akan menyangka bahwa tangan yang menyentuh payudara adalah milik sang lelaki, namun keliru. Itu adalah tangan milik makhluk bertanduk dibawahnya. Tangan lelaki yang asli adalah yang menyodorkan bunga kepada dua perempuan didalam jendela, dan yang menenteng kepalanya sendiri. Di pojok kanan bawah, sebagai pengganti dari kaki kanan sang perempuan, terdapat roda yang dipasangi rantai dan berkesinambungan ke kaki kiri tubuh perempuan.
Dalam makna ekspresional, penelitian dilakukan dengan cara menggali hasrat dari kebiasaan atau sikap dari suatu kejadian yang terjadi pada objek. Heri Dono dalam lukisan tersebut meletakkan posisi perempuan dalam hal yang serba sulit: "maju salah, mundur salah".
Analisis ikonografis
Tema lukisan ‘Dua Perempuan di Jendela’ ini mengungkapkan posisi perempuan yang serba sulit: “maju salah, mundur salah”. Dua perempuan yang tinggal dalam satu jendela, bunga yang disodorkan seorang lelaki, satu tangan yang menyentuh payudara, dan topangan dari makhluk bertanduk yang identik dengan iblis (dalam hal ini kaitannya birahi). Malalui tema ini, Heri Dono membuka kesadaran bahwa menampakkan kuasa lelaki atas perempuan yang hanya menjadi objek dalam nafsu seksualnya.
Interpretasi ikonologis
Dalam hal ini, Perempuan tidak diberi kesempatan untuk menolak dengan menutup jendela ataupun tentu saja, lari, karena ikatan pada kakinya. Entah itu disebabkan tradisi, aturan agama, atau tuntutan hidup. Unsur wayang dalam lukisan kemungkinan menjadi simbol dari hukum dan tradisi masyarakat Jawa yang umumnya mewajibkan perempuan untuk "sami'na wa 'atha'na" tunduk pada suaminya. Warna kuning yang melambangkan kekuasaan sengaja Heri jadikan latar belakang dari tubuh sang lelaki. Tidak hanya fokus pada wanita, Heri juga seolah ingin menjelaskan bahwa lelaki pada dasarnya memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang: ketulusan dan seksualitas. Dua hal yang juga berpengaruh kepada kehidupan perempuannya, antara membiarkannya bebas dengan ketulusan, atau mengekangnya dengan rantai demi kebutuhan seksual.
Komentar
Posting Komentar